Selasa, 30 April 2013

PRODUK-PRODUK BANK SYARI’AH

         Pada sistem operasi  bank syari‟ah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. 

        Secara garis besar, pengembangan produk bank syari‟ah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.  Produk Penghimpunan Dana 
2.  Produk Penyaluran Dana 
3. Produk Jasa  
1.    Produk Penghimpunan Dana
a.    Wadiah 
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Secara umum wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu : 
1)   Yad al amanah, yang diterapkan pada produk simpanan yang tidak sering ditarik atau dipakai, seperti safedeposit box. 
2)   Yad dhamanah, ditetapkan pada rekening giro. 
b.    Al Musyarakah 
Al Musyarakah adalah akad kerjasama  antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al musyarakah terdiri dari dua jenis, yaitu : 
1)   Musyarakah kepemilikan, tercipta  karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan  suatu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata, dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut. 
2)   Musyarakah akad, tercipta dengan  cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat untuk berbagi keuntungan ataupun kerugian. 

Aplikasi Al Musyarakah dalam perbankan syari‟ah berupa :  Pembiayaan proyek, Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. 
c.    Al Mudharabah 
Al Mudharabah adalah akad kerjasama  usaha antara dua pihak dimana pihak pertama ( shahibul maal ) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak , sedangkan apabila menderita kerugian ditanggung oleh pemilik modal sepanjang kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kelalaian pengelola. Seandainya kerugian tersebut diakibatkan oleh kelalaian atau kecurangan pengelola, maka pengelola  harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. 
Jenis-jenis mudharabah yaitu : 
Mudharabah Muthlaqah 
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib (pengelola) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Mudharabah Muqayyadah 
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang dibatasi dengan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha.
 
Aplikasi mudharabah dalam perbankan syari‟ah meliputi : 
Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan untuk : 
1)   Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya.
2)   Deposito biasa, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu. 

Pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja untuk perdagangan dan jasa. Investasi khusus, yang disebut juga mudharabah muqayyah, dimana sumber dana khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal. 
2.    Produk Penyaluran Dana 
 
Jual Beli 
Bai’al Murabahah 
Bai’al Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam Bai’al Murabahah penjual harus memberitahukan harga produk yang ia  beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai imbalannya. Bai’al murabahah diterapkan pada pembiayaan untuk pembelian barang-barang inventory, baik produksi
maupun konsumsi. Dalam hal ini bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Bank dan nasabah harus menyepakati harga pokok, keuntungan, dan jangka waktu, kemudian bank membelikan barang yang dipesan dan  diberikan kepada nasabah. Nasabah kemudian mengangsurnya sesuai harga dan jangka waktu yang disepakati. 

Bai’ as Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Saat barang diserahkan kepada bank oleh produsen (pabrik/toko) maka bank akan menjualnya kepada nasabah secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah yang ditambah keuntungan. Bila bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Bila bank menjual secara cicilan, maka bank dan nasabah harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.

Bai’al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang kemudian berusaha untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati melalui orang lain dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat
atas harga dan sistem pembayarannya.
3.    Produk Jasa 
Disamping produk-produk pembiayaan, bank syari‟ah juga mempunyai produk-produk jasa yang berdasarkan akad syari‟ah, yaitu : 
a.    Wakalah 
Prinsip perwakilan yang diterapkan dalam bank syari‟ah dimana bank sebagai wakil dan nasabah sebagai pemberi mandat (muwakil). Prinsip ini diterapkan untuk pengiriman uang atau  transfer, penagihan, dan  letter of credit (L/C). Sebagai imbalan bank mendapatkan fee atas jasanya terhadap nasabah. 
b.    Kafalah 
Prinsip peminjaman dimana bank bertindak sebagai peminjam (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang di pinjami (makfulah). Sebagai imbalan bank mendapatkan bayaran atas jasanya terhadap nasabah. Aplikasi dalam perbankan biasanya digunakan untuk membuat garansi suatu proyek  (performance bonds), partisipasi dalam tender  (tender bonds), atau pembayaran lebih dulu  (advance payment bonds). 
c.    Hawalah 
Prinsip pengalihan utang, dimana bank bertindak sebagai penerima pengalihan piutang (muhal’alaih) dan nasabah bertindak sebagai pengalih piutang (muhil).30 Sebagai imbalan bank memperoleh upah pengalihan dari nasabah. Aplikasi dalam perbankan, hawalah diterapkan dalam fasilitas tambahan kepada nasabah pembiayaan yang ingin menjual produknya kepada pembeli tersebut dalam bentuk giro mundur (post dated check).
d.   Rahn 
Ar-Rahn terbagi menjadi dua yaitu : 
1)      Sebagai jaminan pembiayaan, bank menyertai pembiayaan kepada nasabah yang dimungkinkan diambil jaminan seperti Bai’al Murabahah dan Bai’as Salam. Dalam hal ini bank tidak menahan jaminan secara fisik, tetapi hanya surat-suratnya saja.
2)      Sebagai produk, bank dapat menerima jaminan dan menahannya, misalnya dalam bentuk emas dan barang kecil yang bernilai lainnya untuk pinjaman yang diberikan dalam jangka pendek. 
e.    Qardh 
Diterapkan untuk pinjaman kepada nasabah yang mengelola usaha sangat kecil. Untuk pembiayaan ini dananya diambilkan dari dana sosial seperti zakat, infaq, dan sadaqoh. Jika nasabah mengalami musibah dan tidak dapat mengembalikan, maka bank dapat membebaskannya. 



DAFTAR PUSTAKA
Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta, Ekonisia, 2003
Muhammad Syafe‟i Antonio , Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Cetakan ke-4, Gema Insani Press: Jakarta, 2001.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar